Guru ispiratif akan selalu memberikan perspektik pencerahan kepada para siswanya. Mereka tidak sekedar mengajar sebagai kewajiban, tetapi juga senantiasa dan berusaha semaksimal mungkin mengembangkan potensi, wawasan, cara pandang, dan orientasi hidup siswa-siswanya. Sebab kesuksesan mengajar tidak hanya diukur secara kuantitatif dari evaluasi dari angka-angka yang diperolah dalam evaluasi, tetapi juga pada bagaimana para siswanya menjalani kehidupan selanjutnya setelah mereka menyelesaikan masa-masa studinya.[1]
Kriteria guru ispiratif memang belum terumuskan secara jelas. Berdasarkan ada beberapa kriteria yang menjadi karakteristik guru inspiratif antara lain:
Pertama; terus belajar. Belajar merupakan hal yang harus dilakukan oleh seorang guru inspiratif. Perkembangan ilmu pengetahuan menjadi tantangan bagi guru untuk terus mengikutinya. Akses menambah ilmu sekarang semakin terbuka, sumber pengetahuan sekarang tidak hanya dari buku, melainkan beraneka ragam sumber belajar yang dapat diakses.
Salah satu cara untuk meraih ilmu sebanyak-banyaknya adalah dengan belajar secara konstruktif. Dalam konsep belajar mengajar, biasanya hal ini disebut sebagai pendidikan berbasis konstruktivisme. Dalam sorotan konstruktivisme, ilmu tidak dapat ditransfer secara satu arah. Seorang guru dapat dikatakan memiliki ilmu apabila ilmu itu dapat memberika sesuatu kepada orang yang memberi ilmu tersebut berupa “makna”. Makna disini dapat diartikan sebagai sebuah proses yang menjadikan seseorang merasakan adanya perubahan didalam diri terdalam yang sangat mengesankan. Setidaknya makna itu membanggakan, membahagiakan, dan meneguhkan bahwa dirinya berkembang kearah yang lebih baik karena memperolah sesuatu.[2]
Seorang guru inspiratif yang memiliki semangat tinggi dalam menuntut ilmu akan senantiasa menarik minat para siswanya untuk mengikuti jejaknya dalam belajar.[3] Belajar terus mnerus bagi seorang guru akan menjadikan mengajar senantiasa menarik. Semangat belajar ini akan senantiasa siap mengajar. “guru yang baik jika mengajar sudah harus hafal materi yang akan diajarkan dan dikembangkannya secara kreatif dan inovatif”. Hal ini hanya bisa diperoleh jika seorang guru memiliki semangat belajar yang tinggi. Kata pakar kreativitas Teresa Amabile, semangat adalah tenaga yang membakar hasrat mencipta. Semangat menambah pengetahuan harus terus dipupuk, agar seorang guru mampu mewujudkan dirinya sebagai seorang guru inspiratif.[4]
Figur guru yang haus akan ilmu pengetahuan ini bisa kita temukan pada guru dari kalangan pesantren. Para guru yang haus aka ilmu pengetahuan ini biasanya akan berusaha semaksimal mungkin dan berusaha memanfaatkan segenap potensi yang ada untuk belajar.
Implikasi dari usaha yang giat untuk menambah wawasan dan pengetahuan ini adalah tumbuhnya kepercayaan dalam diri siswa yang semakin besar terhadap guru. Selain itu juga akan semakin meningkatkan respect mereka terhadap gurunya. Kepercayaan dan respect ini akan semakin meningkat manakala para siswa menyaksikan bahwa gurunya memang memiliki wawasan dan pengetahuan yang mendalam. Mereka menyaksikan sendiri bagaimana gurunya masih saja tekun dan giat untuk belajar. Hal inilah yang dapat membangkitkan spirit inspiratif bagi siswa. “Jika gurunya saja masih terus giat dan tekun belajar, tentu saja siwa juga akan menirunya, begitu juga sebaliknya”.[5]
Implikasi lain dari tumbuhnya kepercayaan dan respect siswa terhadap gurunya adalah timbulnya kedekatan, keintiman dan ikatan relasi guru siswa dengan harmonis. Jika ditelaah, pola relasi ini selaras dengan sistem humanistic education dan pendidikan berbasis kompetensi (education based competency) yang menekankan kepada perkembangan martabat manusia yang bebas membuat pilihan yang berkeyakinan.
Dalam sistem ini, pengembangan ranah rasa merupakan hal penting dan perlu diintegrasikan dengan proses belajar pada aspek pengembangan ranah cipta. Perbedaan yang menonjol dalam pendidikan humanistik adalah peranan guru yang lebih banyak menjadi pembimbing daripada pemberi ilmu pengetahuankepada para siswanya. Selain itu, sistem pendidikan humanistik juga menitik beratkan pada upaya membantu para siswa agar dapat mencapai perwujudan dirinya (self-realization) yang sesuai dengan kemampuan dasar dan kekhususan yang ada pada dirinya (Muhibbin Syah, 2004).[6]
Kedua, Kompeten. Kata kompeten sekarang ini menjadi kata kunci penting dalam konsep pendidikan. Kompetensi menjadi standar yang harus dicapai oleh gurudan siswa.
Finch & Crunkilton mengartikan kompetensi sebagai penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Sementara McAhsan mengartikan kompetensi: “... is knonledge, skills and abilities or capabilities that a person achives, which become part of this or her being to the action he or she can satifactorily perform particular cognitive, affective and psychomotor behavior.” (E. Mulyasa, 2005).[7]
Bagi seorang guru inspiratif, setidaknya ada tiga jenis kompetensi yang harus dimilikinya, yaitu kompetensi profesional, kompetensi personal dan kopmpetensi sosial.
Ketiga, Ikhlas. Ikhlas menjadi konsep yang memperoleh perhatian yang luas dari kalangan ulama, karena sedemikian pentingnya peranan ikhlas dalam setiap aktivitas hidup seorang muslim.
Ar Raghib menyatakan bahwa yang dimaksud dengan ikhlas adalah menyingkirkan segala sesuatu selain Allah swt. Sedangkan menurut al-Qusyairi, ikhlas adalah memurnikan perbuatan dari pamrih apapun dari makhluk. Sementara Izzudin ibn Abdussalam menyatakan bahwa ikhlas adalah melakukan ketaatan karena dan demi Allah swt semata. Ulama lain, Harits al-Muhasibi menyatakan bahwa yang dimaksud dengan ikhlas adalah mengenyahkan makhluk dari hubungan antara seseorang dengan Tuhan. Dan menurut Sahl ibn Abdullah menjelaskan bahwa ikhlas adalah menjadikan seluruh gerak dan diam hanya untuk Allah swt. Secara mendasar, tidakada perbedaan yang mencolomk dari definisi ikhlas diatas, semua definisi tersebut mengarah pada upaya untuk memurnikan maksud dan tujuan kepada Allah swt semata.
Bagi guru yang mengajar dengan landasan ikhlas, mengajar merupakan sebuah tugas yang dijalankan dengan penuh kekusyukan. Tidak ada pamrih apa pun dari tugasnya sebagai pendidik, selain tujuan untuk memberikan ilm,u yang bermanfaat kepada siswanya.
Seorang guru yang mengajar dengan ikhlasakan memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap kehidupan siswanya. Pengaruh ini kadang tidak bisa diukur secara empiris-matematis sesaat saja, tetapi dalam jangka waktu yang panjang, siswa akan merasakan manfaat dari pembelajaran yang diberikan oleh gurunya.[8]
Keempat, spiritualis. Aspek spiritualis menjadi aspek penting yang mempengaruhi sisi inspiratif atau tidaknya seorang guru. Bagi seorang guru, khususnya guru PAI, aspek spiritualitas merupakan aspek yang harus dimiliki yang membedakannya dengan guru bidang studi lainnya. Guru agama bukan sekedar penyampai materi, akan tetapi ia juga sebagai sumber inspirasi sipitual dan sekaligus sebagai pembimbing sehingga terjalin hubungan pribadi antara guru dengan anak didik yang cukup dekat dan mampu melahirkan keterpaduan bimbingan rohani dan akhlak dengan materi pelajarnnya.
Dalam hal ini, mutu pencapaian pendidikan agama perlu diorientasikan kepada:
a. Tercapainya sasaran kualitas pribadi,
b. Integritas pendidikan agama dengan keseluruhan proses maupun institusi pendidikan yang lain,
c. Tercapainya internalisasi nilai dan norma keagamaan yang fungsional secara moral untuk mengembangkan keseluruhan sistem sosial budaya,
d. Penyadaran pribadi akan tuntutan hari depannya dan transformasi sosial budaya yang terus berlangsung,
e. Pembentukan wawasan intelektual disamping penyerapan ajara secara aktif.[9]
Dalam ajaran islam, seorang pendidik yang baik harus memiliki spiritualitas yang mendalam. Spiritualitas lebih berkaitan dengan kedekatan dan penghayatan seorang hamba kepada Allah swt. Hal ini dibuktikan dengan perilaku dan kegiatan sehari-harinya yang dilandasi oleh nilai-nilai ibadah. Apapun yang dilalukan oleh seorang guru, terutama mengajar, harus dilandasi dengan semangat dan nilai keagamaan secara mendalam.
Dalam proses pembelajaran, ada beberapa aspek penting yang bernilai spiritualitas yang harus dipertimbangkan oleh seorang guru. Pertama, niat. Niat menjadi titik tolak semua kegiatan. Kedua, doa. Ketiga, ikhlas dalam menjalankan tugasnya. Dengan keikhlasan, mengajar akan terasa ringan, nikmat, penuh penghayatan dan tidak terbebani oleh aspek-aspek lain.[10]
Kelima, Totalitas. Totalitas merupakan penghayatan dan implementasi profesi yang dilaksanakan secara utuh. Dalam kaitannya dengan totalitas, menarik untuk merenungi pernyataan Win Wenger, “Apa pun bidang yang sedang anda pelajari, tenggelamkan diri anda kedalamnya. Bangunlah hubungan syaraf indrawi (neuron-sensori) dengannya sebanyak mungkin indra dan imajinasi anda”.
Sebagai seorang guru, totalitas bermakna menekuni profesi guru dalam segenap kegiatannya. Profesi guru dikatakan totalitas apabila telah mendarah daging dan sangat erat dengan kehidupan sehari-hari. Salah satu indikator guru inspiratif adalah ditandai dengan totalitas dirinya sebagai seorang guru.
Keenam, Motivator & Kreatif. Banyak guru yang mengajar tidak menemukan motivasi dalam diri siswanya. Kita dapat belajar tentang motivasi ini dari Ira Shor dan Paulo Faire. Dalam buku yang berbentuk dialog, Ira mengatakan bahwa ketika memulai suatu pelajaran, ia tidak menemukan adanya motivasi dalam diri siswanya. Oleh karena itu, ia kemudia mencoba menggamabarkan profil motivasi pengetahuan, serta keterampilan kognitif yang sudah mereka miliki. Ia berhasil menemukan hal ini karena berhasil mengamati dengan cermat apa yang siswa tulis, katakan dan lakukan. Namun demikian, untuk keberhasilan tersebut, ia membangun atmosfer sehingga siswa setuju untuk berbicara, menulis, dan melakukan apa yang mereka inginkan. Untuk mendorong agar para siswamau berbicara, guru harus menahan diri untuk tidak banyak berbicara. Berikan kesempatan kepada para siswa untuk lebih banyak mengungkapkan segala hal yang ada dalam pikirannya. Dengan begitu, ia menemukan banyak siswa yang serius berdialog dan sama aktifnya dengan guru. Hal ini yang kemudia menjadi titik tolak bagi pendidikan mereka dalam kelas, dan juga sebagai titik tolak bagi pendidikan mereka.
Motivas dalam diri siswa akan terbangun manakala siswa memiliki ketertarikan terhadap apa yang disampaikan oleh guru. Hubungan emosional ini penting untuk membangkitkan motivasi siswa. Motivasi ini akan sulit dibangun manakala dalam diri siswa tidak terdapat ketertarikan sama sekali terhadap guru. Apa saja yang disampaikan guru akan menjadi angin lalu saja. Sekuat apapun motivasi yang ditanamkan, tetap tidak akan mengena.
Kunci untuk membangun dan memupuk kreativitas terletak ditangan seorang guru. Kreativitas muncul karena beberapa faktor, yaitu faktor internal dan faktor external. Diantara faktor-faktor internal yang mempengaruhi kreativitas terdiri atas aspek kognitif dan aspek kepribadian. Faktor kognitif terdiri dari kecerdasan (inteligensi) dan pemerkayaan bahan berfikir, berupa pengalaman dan keterampilan, sedangkan faktor kepribadian terdiri dari rasa ingin tahu, harga diri dan kepercayaan diri, sifat mandiri, berani mengambil resiko dan asertif[11].
Selain faktor diatas, spiritualitas juga mempengaruhi terhadap kreativitas. Sebagaimana diungkapkan oleh Osman Bakar, misalnya, bahwa keimanan pada wahyu Al-Qur'an dapat menyingkapkan semua kemungkinan yang terdapat pada akal manusia. Ketundukan akal pada wahyu membuat akal mampu mengaktualisasikan segala kemungkina poteni-potensi manusia. Dalam hal ini, sangat relevan dengan apa yang dinyatakan Ibnu Sina, bahwa penerimaan ide-ide yang lebih tinggi hanya mungkin bila fikiran dicerahkan oleh akal aktif. Agar bisa tercerahkan, akal mesti disinari oleh cahaya iman, dan disentuh oleh keberkatan yang tumbuh dari wahyu (Osman Bakar, 1995)
Sedangkan faktor ekternal yang sangat mempengaruhi kreativitas adalah lingkungan. Lingkungan yang tidak mendukung upaya mengekpresikan potensi dan kebebasan individu bisa mengurangi daya kreativitas itu, bahkan untuk jangka waktu yang lama akan membunuhnya.[12]
Kreativitas, dalam pembelajaran peran kreativitas seorang guru inpsiratif sangatlah penting untuk menumbuh kembangkan potensi yang dimiliki oleh anak didik. Seorang guru yang kreatif, profesional, daqn menyenangkan haruslah dapat memposisikan diri sebagai:
1. Orang tua yang penuh kasing sayang pada peserta didiknya,
2. Teman mengadu dan mengutarakan perasaan bagi peserta didik,
3. Fasilitator yang selalu siap memberikan kemudahan dan melayani peserta didik sesuai minat, kemampuan dan bakatnya,
4. Memberikan sumbangan pemikiran pada orang tua untuk dapat mengetahui permasalahan yang dihadapi anak dan memberikan saranpemecahannya,
5. Memupuk rasa percaya diri, berani dan bertanggung jawab,
6. Membiasakan peserta didik untuk saling berhubungan (bersilaturahmi) dengan orang lain secara wajar,
7. Mengembangkan proses sosialisasi yang wajar antara peserta didik, orang lain dan lingkungannya,
8. Mengembangkan kreativitas, dan
9. Menjadi pembantu ketika diperlukan.
Ada tiga kunci untuk dapat menjadi seorang guru kreatif ada 3, yaitu:
Pertama, berusaha mensugesti diri sendiri bahwa kita mempunyai potensi untuk kreatif. Dalam hal ini, Martin Seligman berpendapat “happines is chois”. Artinya kita harus dapat mengontrol emosi (menciptakan emosi positif) dan kelihatan bahagia dalam keadaan bagaimapun, kapanpun dan dimanapun.
Kedua, merujuk pernyataan Aris Toteles, “Kita adalah apa yang kita kerjakan berulang-ulang”. Pernyataan ini didukung oleh penelitian Howard Gardner tentang keunggulan empat sosok (Mozart, Sigmund Freud, Gandhi, dan Virginia Wolf), yang salah satu yang dapat membuat mereka unggul adalah karena mereka melakukan suatu kegiatan yang ditekuninya secara berulang-ulang.
Ketiga, kegiatan membaca dan menuliskan hal-hal sederhana. Hal ini dapat dilakukan dengan menuliskan (“mengikat makna”) hal-hal penting / yang disenangi seusai membaca buku. “Mengikat makna” (memadukan kegiatan membaca dan menulis secara bersama) adalah suatu kunci yang dapat membuat kita menjadi kreatif.[13]
Ketujuh, Pendorong perubahan. Guru inspiratif akan meinggalkan pengaruh kuat dalam diri para siswanya. Mereka akan terus dikenang, menimbulkan spirit dan energi perubahan yang besar, dan menjadikan kehidupan para siswanya senantiasa bergerak menuju kearah yang lebih baik.
Guru semacam inilah yang banyak melhirkan tokoh besar. Mereka mungkin sampai sekarang tetap berada di tempatnya tinggal, tetap dengan kesederhanaannya, dan tetap menularkan virus inspiraif kepada para siswanya yang terus datang silih berganti, sementara para siswa yang terinjeksi spirit hidupnya telah berubah menjadi seorang yang memiliki capaian besar dalam hidupnya.
Banyak tokoh yang terinspirasi oleh para gurunya, antara lain Lies Marcoes Natsir (seorang aktivis perempuan yang terinspirasi oleh gurunya, Pak Thoha seorang guru sastra yang menanamkan cinta membaca), Yohanes Surya, seorang profesor muda ahli fisika, Ahmad Baso seorang intelektual muda NU yang terinspirasi oleh gurunya sewaktu mondok di Pesantren An-Nahdlah Ujung Pandang, Prof. Dr. Emil Salim yang terinspirasi oleh gurunya (Mender de Jong) sewaktu ia duduk di kelas 5 Europesche Lagere Scholl (ELS: Sekolah Dasar Belanda), dan masih banyak yang lainnya.
Kedelapan, Disiplin.[14]
*Dikutip dari buku karya Ngainun Naim, Menjadi Guru Inspiratif Memberdayakan dan Mengubah Jalan Hidup Siswa, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009
[1] Naim, Ngainun, Menjadi Guru Inspiratif Memberdayakan dan Mengubah Jalan Hidup Siswa, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009. Hal. 95
[2] Ibid, Hal. 97
[3] Ibid, Hal. 99
[4] Ibid, Hal. 104
[5] Ibid, Hal. 107
[6] Ibid, Hal. 109
[7] Ibid, Hal. 109
[8] Ibid, Hal. 122
[9] Ibid, Hal. 126
[10] Ibid, Hal. 127
[11] Asertivitas adalah suatu sikap yang bercirikan kepercayaan diri, kebebasan berekspresi secara jujur, tegas dan terbuka, dan berani bertanggung jawab.
[12] Ibid, Hal. 134
[13] Ibid, Hal. 114
[14] Ibid, Hal. 165
Terima kasih telah menulis di Blog dari buku saya. Salam!
BalasHapusNgainun Naim
naimmas22@gmail.com